80 Persen Kecelakaan Truk Disebabkan Karena Sopir yang Kelelahan

80 Persen Kecelakaan Truk Disebabkan Karena Sopir yang Kelelahan

80 Persen Kecelakaan Truk Disebabkan Karena Sopir yang Kelelahan

  • Post by Admin

Kecelakaan yang melibatkan kendaraan berat seperti truk masih menjadi salah satu penyumbang terbesar angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Berdasarkan berbagai laporan dari Kementerian Perhubungan dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sekitar 80 persen kecelakaan truk disebabkan oleh faktor manusia — dan yang paling dominan di antaranya adalah kelelahan pengemudi.

Sopir Truk dan Tantangan Jalan Panjang

Profesi sopir truk di Indonesia dikenal berat. Mereka sering harus menempuh perjalanan ratusan kilometer setiap hari, membawa muatan berat, dan melewati jalur rawan seperti tanjakan, turunan curam, atau jalan sempit di daerah industri dan pertambangan. Dalam kondisi seperti ini, waktu istirahat sering kali diabaikan demi mengejar target pengiriman atau setoran harian.

Kelelahan ekstrem membuat refleks pengemudi menurun, daya konsentrasi berkurang, dan risiko microsleep meningkat. Microsleep adalah kondisi ketika seseorang tertidur selama beberapa detik tanpa disadari. Dalam kecepatan tinggi, kehilangan kesadaran sepersekian detik saja bisa berakibat fatal.

Data dan Fakta di Lapangan

Menurut data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, kecelakaan truk di Indonesia masih tinggi, terutama di jalur lintas Jawa dan Sumatera. Dari hasil investigasi KNKT dalam beberapa kasus kecelakaan besar seperti di Tol Cipularang dan jalur Pantura, ditemukan bahwa sebagian besar pengemudi truk telah mengemudi lebih dari 8 jam tanpa istirahat cukup.

Beberapa sopir bahkan mengaku harus memaksakan diri tetap mengemudi meski dalam kondisi mengantuk karena tekanan waktu dari perusahaan logistik atau pemilik barang. Ada pula yang mengandalkan stimulan seperti kopi, minuman energi, atau bahkan obat-obatan tertentu untuk menahan kantuk, padahal hal ini hanya memberi efek sementara dan dapat memperburuk kondisi tubuh dalam jangka panjang.

Peran Perusahaan dan Regulasi Pemerintah

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menetapkan aturan waktu kerja bagi pengemudi angkutan barang melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2018. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pengemudi kendaraan barang tidak boleh mengemudi lebih dari 8 jam sehari dan wajib beristirahat minimal 30 menit setiap 4 jam mengemudi.

Sayangnya, implementasi aturan ini di lapangan masih jauh dari ideal. Banyak perusahaan logistik yang menuntut pengiriman cepat tanpa menyediakan sistem rotasi sopir atau tempat istirahat yang memadai. Di sisi lain, banyak sopir truk adalah pekerja harian dengan sistem borongan, sehingga mereka memilih tetap melanjutkan perjalanan meskipun kondisi tubuh sudah lelah.

Dampak Kelelahan di Balik Kemudi

Kelelahan bukan hanya membuat pengemudi mengantuk, tetapi juga memengaruhi fungsi kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang terjaga lebih dari 17 jam memiliki tingkat kewaspadaan yang setara dengan orang yang memiliki kadar alkohol 0,05 persen dalam darah. Artinya, sopir yang memaksakan diri mengemudi tanpa tidur cukup sebenarnya sedang berada dalam kondisi “setengah mabuk” tanpa disadari.

Efek kelelahan juga menyebabkan pengemudi sulit mengendalikan emosi, memperkirakan jarak kendaraan, atau merespons situasi darurat di jalan. Inilah yang membuat truk yang kehilangan kendali di turunan atau menabrak dari belakang menjadi pemandangan tragis yang sering kita dengar di berita.

Solusi: Keselamatan Harus Jadi Prioritas

Untuk menekan angka kecelakaan akibat kelelahan sopir, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, perusahaan angkutan, dan para pengemudi sendiri. Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap jam kerja sopir dan memastikan setiap armada memiliki alat pemantau aktivitas pengemudi, seperti tachograph atau GPS dengan fitur pemantauan waktu tempuh.

Perusahaan logistik juga harus mulai mengubah pola operasionalnya dengan memberikan jadwal istirahat wajib dan sistem rotasi sopir untuk rute panjang. Di sisi lain, para pengemudi harus berani menolak berkendara jika kondisi tubuh tidak memungkinkan. Keselamatan diri dan pengguna jalan lain jauh lebih penting daripada sekadar target pengiriman.

Kesimpulan

Fakta bahwa 80 persen kecelakaan truk disebabkan oleh kelelahan pengemudi adalah peringatan serius bagi seluruh pihak yang terlibat dalam industri transportasi. Sopir truk adalah tulang punggung distribusi logistik nasional, dan keselamatan mereka berarti kelancaran ekonomi bangsa.

Istirahat yang cukup, penerapan aturan jam kerja, serta kesadaran kolektif akan pentingnya keselamatan di jalan raya adalah kunci untuk menurunkan angka kecelakaan truk di Indonesia. Karena pada akhirnya, tidak ada muatan yang lebih berharga daripada nyawa manusia.

24

OCT